Ganjar Pranowo “Di-No One is Bigger Than The Club-kan”, Apa Maksud Megawati?

Dengan mengucilkan Ganjar Pranowo, Megawati mengirim sinyal agar tidak ada lagi Jokowi di tubuh PDIP

“Sosok Ganjar Pranowo seolah terpinggirkan ketika Megawati Soekarnoputri menyampaikan pidatonya dalam peringatan hari ulang tahun (HUT) ke-50 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) di Jakarta International Expo, Jakarta, Selasa (10/1/2023). Saat menyampaikan pidato sekitar satu setengah jam, Ketua Umum PDI-P melewati sosok Ganjar. Ia tak menyebut satu kali pun nama Gubernur Jawa Tengah itu,” tulis Kompas.com pada paragraf pertama artikel yang diberi judul Redup di HUT Partai, Ganjar Dinilai Kian Terpinggirkan di Internal PDI-P”.

Artikel itu di-share oleh banyak netijen, terutama lewat Twitter. Komentar pro-kontra pun bersemburan. Tak heran bila Kompas menobatkan artikelnya itu menjadi yang “Terpopuler”.

Ganjar Dikucilkan di Hari Besar PDIP

Megawati Soekarnoputri memang tak sekali pun menyebut nama Ganjar Pranowo. Megawati hanya menyebut Sekjen Hasto Kristiyanto, Menpan-RB Abdullah Azwar Anas, Mensos Tri Rismaharini, dan mantan Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo, dan tentu saja Jokowi.

Dalam pidato “kepartaiannya” itu, Megawati lebih sering menyoroti dirinya dan keluarganya sendiri. Malah, Megawati sempat mengenalkan kedua cucunya yang lahir dari rahim putrinya, Puan Maharani. 

“Itu ada dua cucu saya, ayo berdiri coba nih ayo jangan malu. Nih tuh, ini putra-putrinya Mbak Puan,” kata Megawati.

Pada HUT ke 50 PDIP yang dihelat di JIExpo, Kemayoran, Jakarta pada 10 Januari 2023, Ganjar memang tampak terkucil di antara ribuan kader PDIP dan undangan yang hadir. Gubernur Jawa Tengah itu tidak didudukkan pada kursi khusus yang berada di shaf depan. Kader senior PDIP itu justru duduk berhimpitan di antara “anak-anak Banteng” lainnya di deretan belakang.

Di momen itu, elit-elit PDIP pun terkesan ogah mendekati Ganjar. Hanya kader-kader yang tak dikenal yang mendekati dan menyalami Ganjar. Bersama kader-kader itu juga, Ganjar berulang kali melakukan swafoto.

Elektabilitas Ganjar yang oleh sejumlah lembaga survei disebut-sebut paling moncer tak sanggup membuat petinggi-petinggi PDIP meliriknya. 

Banyak yang menilai, sikap cuek Megawati dan elit-elit “Banteng” sebagai sinyal bahwa Ganjar semakin terpinggirkan di internal PDI-P. 

No One is Bigger Than The Club

Entah siapa yang pertama kali mengucapkan “No One is Bigger Than The Club”. Tapi, quote ini sangat terkenal dalam dunia sepak bola. Biasanya setiap ada pemain bintang yang baru didatangkan atau ada pemain yang mendadak bintang. 

“No one individual is bigger than this club. There never has and never will be,” ujar striker Liverpool, Kenny Dalglish pada suatu ketika.

Dalam jagad sepak bola, kedatangan pemain bintang tidak serta merta membuat klub menjadi lebih kuat. Tak jarang kehadiran pemain bintang justru merontokkan prestasi klub. Hal ini tak lepas dari ego sang bintang yang membuat kacau kerja sama antar pemain. 

Ego pemain bintang inilah yang tak jarang merepotkan para pelatih. Tak heran ketika Real Madrid yang berjuluk Los Galacticos itu bertaburan bintang, justru membuat pelatihnya pusing tujuh keliling

.

Ganjar Pranowo
Ganjar Pranowo dikerumuni ratusan kader saat menuju lokasi acara di Kompleks JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa (10/1/2023) (Sumber: Kompas.com)

PDIP pun demikian. Popularitas Ganjar Pranowo yang terus melejit belakangan ini bisa bagaikan pisau bermata dua bagi partai besutan Megawati ini. Coattail effect popularitas Ganjar bisa berdampak positif bagi PDIP, tetapi bisa juga sebaliknya.

Seperti coattail effect Jokowi dalam Pemilu 2014 dan 2019 yang mampu mengerek perolehan suara bagi PDIP, begitu juga dengan Ganjar. Popularitas Ganjar bisa mengangkat suara PDIP dalam Pemilu Legislatif 2024, setidaknya mempertahankannya di seputaran 19 persen suara.

Tetapi, misalnya saja, jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) balik kanan dan menuruskan pengusutan korupsi e-KTP yang menyebut-nyebut nama Ganjar, nasib PDIP pun bisa mirip Partai Demokrat pada Pileg 2014. Seperti suara Demokrat yang anjlok gegara terseret-seret tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh ketua umumnya, Anas Urbaningrum, PDIP pun demikian.

Memposisikan Ganjar Pranowo bagaikan satu-satunya bintang di partai pun bisa berdampak buruk pada etos kerja kader. Kader bisa menjadi sangat tergantung pada satu figur Ganjar. Akibatnya kader menjadi malas bekerja.

Selain itu, Megawati pastinya tak ingin ada dua matahari di tubuh partai yang dipimpinnya. Megawati masih ingin dirinya atau keluarganya yang menjadi satu-satunya matahari di partai bersimbolkan banteng bermoncong putih itu.

Megawati juga pastinya tidak mau jika konstitusi partainya dicabik-cabik dengan mengatasnamakan popularitas dan elektabilitas hasil survei.

Dua matahari dalam satu partai sejak moncernya nama Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo pada 2013 sudah cukup bagi Megawati untuk menimba pengalaman.

Di sisi lain, Megawati pun pastinya tak mungkin memandang sebelah mata kebintangan Ganjar Pranowo beserta coattail effect-nya. Tak mungkin Megawati lari dari kenyataan bahwa elektabilitas Ganjar lebih tinggi dari kader-kader PDIP lainnya, termasuk Puan Maharani putrinya sendiri. 

Pengucilan Ganjar Pranowo, Jurus Megawati Naikkan Nilai Tawar

“Pak Jokowi iku yo ngono lho mentang-mentang. Lho iya padahal Pak Jokowi kalau nggak ada PDIP juga aduh kasihan dah,” ujar Megawati dalam pidato perayaan HUT ke-50 PDIP.

Jika tak ada “padahal Pak Jokowi kalau nggak ada PDIP juga aduh kasihan dah”, sulit untuk menebak-nebak secara tepat maksud “Pak Jokowi iku yo ngono lho mentang-mentang” yang diucapkan Megawati.

Dengan kalimat yang diucapkannya itu, Megawati mengisyaratkan kepada Jokowi untuk mengingat jasa dan peran besar dirinya dan PDIP dalam pengusungan Jokowi menjadi Presiden RI. Tetapi, setelah itu Jokowi hanya karena merasa” sudah menjadi presiden, Jokowi bisa berbuat semaunya kepada PDIP.

Hubungan antara Megawati dan Jokowi memang tidak harmonis. Belakangan, politisi senior PDIP, Panda Nababan, mengungkapkan sebuah cerita tentang  Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan yang pernah mengancam akan menghabisi nyawa politikus PDIP Adian Napitupulu. 

Menurut Panda, ancaman tersebut dilontarkan Luhut sekitar satu tahun yang lalu di kolam renang lantai 5 Hotel Grand Hyatt. Luhut, masih menurut Panda, keberatan jika kedua kader PDIP Adian itu terus memberi masalah kepada Jokowi.

“Kalian berdua kalau ketemu Presiden jangan kasih pikiran-pikiran berat lah, bikin persoalan. Ya kalau ketemu dengan Presiden tuh kita membantu menyelesaikan persoalan, bukan membawa persoalan,” ungkap Panda, menirukan pernyataan Luhut kala itu.

Sebenarnya Luhut tak sepenuhnya bersalah. Pada 2020, misalnya, Adian Napitupulu coba-coba menggoyang Menteri BUMN Erick Thohir dari kursinya. Kepada media, Adian bahkan terang-terangan meminta jatah komisaris bagi kelompoknya. 

Tindakan Adian ini seolah deja vu. Pada periode pertama lewat Masinton Pasaribu, PDIP mendesak Jokowi untuk menggantikan Rini Soemarno dengan kadernya. tapi Jokowi tak menggubrisnya.

Adian dan Masinton memang tidak salah. Sebab bagaimana pun juga mereka wajib mengingatkan Jokowi akan janji-janjinya.

Bahkan, Jokowi dianggap semakin ngelunjak. Jika pada periode pertamanya, 2014-2019 Jokowi memberi satu dari tiga posisi menteri triumvirat kepada kader PDIP, yaitu Menteri Dalam Negeri kepada Tjahjo Kumolo. Pada periode keduanya, tak satu pun dari tiga kementerian itu yang diberikan kepada PDIP.

Dan, sejatinya PDIP sudah dikesampingkan Jokowi sebelum mantan Walikota Surakarta itu dilantik menjadi Presiden RI pada 20 Oktober 2014. Ketika itu, Jokowi bersama elit-elit Golkar dan Rini Soemarno membagi-bagi kursi kekuasaan di sebuah rumah yang diberi nama “Rumah Transisi”.

Pengalaman dipinggirkan PDIP oleh Jokowi itulah yang menjadi pertimbangan Megawati sebelum menyatakan partainya mengusung Ganjar Pranowo sebagai calon presiden. Untuk itu, sebagai king maker, Megawati perlu meningkatkan nilai tawarnya.

Dengan meningkatkan nilai tawar itu, Megawati dan PDIP berharap dapat lebih mengontrol pemerintahan dan tak perlu harus berulang kali mengingatkan presiden akan statusnya sebagai “Petugas Partai”.

Karena itulah pada puncak peringatan HUT 50 PDIP kemarin, Megawati memosisikan Ganjar Pranowo setara dengan kader-kader PDIP lainnya. no one is bigger than the club”. 

Megawati berharap Ganjar dapat memahami jika nanti menjadi presiden, pria berambut uban itu tidak “yo ngono” dan “mentang-mentang” seperti Jokowi. Karenanya, sebelum memberikan tiket capres kepada Ganjar, Megawati perlu mendapat komitmen dari kadernya itu.

Dan, bagi Megawati, Ganjar adalah salah satu kader terbaik yang dibinanya. Di dalam pembuluh darah Ganjar mengalir “darah banteng” yang “ditransfusikan” oleh Megawati. Dengan darahnya itu, Ganjar bukanlah Jokowi yang sekadar kader “kos-kosan”.