Dijauhkan dari BIN, Jokowi Jadi “Bebek Lumpuh?

Dikebirinya kendali Jokowi atas BIN sejatinya telah menunjukkan bila Jokowi kini telah menjadi lame duck atau bebek lumpuh.

Artikel ini bukan kelanjutan dari “Apa Motif Jokowi Downgrade BIN?”. Tapi menarasikan di-downgrade-nya BIN dari sudut pandang yang berbeda.

Seperti yang diberitakan, Jokowi kembali mengobok-obok Badan Intelijen Negara (BIN). Kali ini, bisa dibilang, Jokowi men-downgrade BIN sampai dua level.

Apa yang sebenarnya terjadi? Lalu, apakah Jokowi sadar bila langkahnya itu telah merugikan dirinya sendiri?

Dalam 9 Tahun, 2 Kali Jokowi Ngoprek BIN

Pada 18 Januari 2023, Jokowi dengan didampingi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto memimpin Rapat Pimpinan Kementerian Pertahanan (Rapim Kemhan) tahun 2023.

Dalam rapat yang digelar secara tatap muka dan video conference di Ruang Bhineka Tunggal Ika (BTI) itu, Jokowi menginstruksikan Menhan Prabowo untuk mengorkestrasi atau memadukan informasi intelijen yang tersebar di berbagai instansi.

“Oleh sebab itu saya minta Kementerian Pertahanan harus bisa menjadi orkestrator, mengorkestrasi informasi intelijen pertahanan dan keamanan dari TNI, Polri, BIN dan informasi intelijen dari lembaga lain sehingga menjadi informasi yang satu, sehingga kita dapat mengambil kebijakan yang benar,” kata Jokowi seperti yang dikutip situs resmi Kemenhan.

Instruksi Jokowi kepada Kemenhan yang saat ini dipimpin oleh Prabowo ini menarik. Pasalnya, selama 9 tahun masa pemerintahannya, Jokowi telah dua kali mengotak-atik posisi BIN.

Pada 2020, Jokowi menerbitkan Perpres Nomor 73 Tahun 2020 tentang Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam). Melalui Pasal 4 perpres ini, Jokowi mencoret BIN dari daftar instansi yang berada di bawah koordinasi Kemenko Polhukam. 

Dengan keluarnya perpres yang diteken Jokowi pada 2 Juli 2020 itu, kedudukan BIN langsung berada di bawah koordinasi Presiden RI.

Langkah Jokowi ini sebenarnya sudah tepat. Karena memang sepatutnya BIN yang merupakan salah satu unit strategis tidak dikoordinasikan Menko Polhukam, tetapi langsung di bawah Presiden. Terlebih pemosisian ini sesuai Pasal 6 Perpres No. 67/2019 Tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara Kabinet Indonesia Maju Periode Tahun 2019-2024, 

Dalam pasal itu, nama instansi BIN tidak disebut. Bahkan, dari 17 pasal pada perpres tersebut, kata BIN sama sekali tidak ditemukan.

BIN, menurut Pasal 37 UU 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden. Karenanya, menurut Pasal 42 (1) BIN melaporkan dan mempertanggungjawabkan penyelenggaraan intelijen negara secara tertulis kepada Presiden.

Jadi, menurut undang-undang yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 7 November 2011, BIN hanya melayani satu user,  yaitu presiden. Dengan kata lain, presiden adalah single client BIN.

Namun demikian, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 37 UU 17/2011, presiden dapat mengeluarkan perpres untuk mengatur dan mengelola organisasi dan tata kerja BIN.

Jadi, menurut konstitusi, tidak ada yang salah jika Jokowi mengutak-atik kedudukan BIN. Jokowi bisa mendudukkan BIN di bawah koordinasi Kemenhan, di Kemenko Polhukam, atau di mana saja sesuai keperluannya.

Meski begitu, pengotak-atikkan posisi BIN saat ini menarik untuk dicermati. Pasalnya saat ini hubungan Jokowi dengan Ketua Umum PDIP Megawati terkesan tengah memburuk.

Dijauhkan dari BIN, Jokowi Jadi “Bebek Lumpuh?

Sekarang, dengan posisi barunya ini yaitu di bawah koordinasi Kemenhan, badan intelijen ini di-downgrade sampai dua tingkat dari posisi sebelumnya.

Sebab, menurut Pasal 4 Perpres 73/2020, Kemenhan berada di bawah koordinasi Kemenko Polhukam dan Kemenko Polhukam sendiri berada di bawah koordinasi presiden.

Dengan langkah ini, disadari atau tidak oleh Jokowi, BIN telah dijauhkan darinya. Sekarang, Jokowi sudah tidak bisa lagi mengakses informasi langsung dari “mulut pertama” BIN, tetapi melalui Prabowo selaku Menhan.

Karena melalui “mulut kedua”, informasi yang disampaikan kepada Jokowi tentunya telah melalui proses penyaringan. Tetapi, bukan hanya itu, informasi dari BIN juga bisa disesatkan sebelum diteruskan kepada Jokowi.

Selain itu, dengan dijauhkannya BIN, maka posisi Jokowi sebagai single user BIN dengan sendirinya telah dikebiri. Dengan kata lain, separuh kewenangan Jokowi atas BIN telah diberikan kepada Prabowo. Padahal, BIN merupakan salah satu instansi strategis yang semestinya dipegang penuh oleh Presiden.

Dan, perlu juga dicatat, Menhan Prabowo memiliki latar belakang militer Angkatan Darat dengan pangkat terakhir Letnan Jenderal. Sebagai purnawirawan perwira tinggi Angkatan Darat, secara tradisi hubungan batin antara Prabowo dan personil BIN lebih dekat ketimbang Presiden Jokowi. 

Berlandaskan kedekatan itulah, Prabowo lebih mudah mengorkestrasikan sekaligus menginstruksikan BIN sesuai kepentingannya. Bahkan, Prabowo bisa saja mem-bypass Kepala BIN Budi Gunawan yang berlatar belakang polisi. Dengan demikian, Prabowo bisa sepenuhnya mengendalikan BIN.

Dan, lebih dari itu semua, dikebirinya kendali Jokowi atas BIN sejatinya telah menunjukkan bila Jokowi kini telah menjadi lame duck atau bebek lumpuh.

Kondisi Jokowi sebagai lame duck ini sebenarnya sudah menjadi rumor politik yang telah lama beredar. Menurut rumor ini, Jokowi sebenarnya sudah tidak lagi berkuasa penuh atas perangkatnya, termasuk pada BIN.

Dalam konteks Pemilu 2024, khususnya Pilpres 2024, dijauhkannya BIN dari Jokowi pasti memiliki pengaruh yang sangat signifikan. Kini Jokowi tidak bisa lagi seenaknya memanfaatkan BIN demi kepentingan capres yang didukungnya.

Dikebirinya kewenangan Jokowi atas BIN, hanya satu dari sekian banyak opini yang bisa dinarasikan. Opini lainnya adalah ketidaknyamanan Kepala BIN Budi Gunawan di bawah koordinasi Jokowi.