Susi Pudjiastuti The Game Changer Pilpres 2024

Ganjar yang sudah melemah karena ditinggal banyak kader PDIP pun semakin kehilangan tajinya bila berhadapan dengan Susi Pudjiastuti

Dalam konteks politik tanah air, Susi Pudjiastuti hanyalah mantan menteri. Ia bukan elit partai politik, apalagi ketua parpol. Nama pemilik Susi Air ini pun sudah jarang  disebut-sebut dalam berbagai rilis survei. Jangankan nangkring di jajaran puncak elektabilitas capres 2024, pada deretan cawapres pun namanya nyaris tak pernah muncul.

Kendati demikian, perempuan kelahiran 15 Januari 1965 itu memiliki magnet yang membuatnya disambangi oleh dua kandidat terkuat capres, Prabowo Subianto pada 17 Juli 2023  dan Anies Baswedan seminggu kemudian. Bukan hanya keduanya, tiga hari sebelum kedatangan Anies, kediaman Susi di Pangandaran dikunjungi oleh Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan.

Kenapa ketiganya memilih Susi? Bukankah masih banyak mantan menteri Jokowi lainnya. Mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, misalnya. Saifuddin yang juga elit PPP pastinya memiliki jaringan kader sampai tingkat bawah. Atau mantan Menteri BUMN Rini Soemarno yang memiliki jaringan luas di lingkungan pengusaha nasional.

Lantas, kenapa Susi menjadi sosok yang begitu menarik dalam kontestasi Pilpres 2024?

Mungkinkan Susi akan dipinang oleh salah satu capres?

Sebab Susi Pudjiastuti Lebih Menjanjikan Ketimbang Boediono

Pada Pilpres 2009, Hidayat Nur Wahid digadang-gadang menjadi cawapres untuk SBY. Kala itu, Hidayat yang disapa HNW ini memiliki posisi tawar yang cukup kuat. Sebagai Presiden Partai Keadilan Sejahtera memegang kendali atas partai partainya berikut kader-kader partainya yang dikenal militan.

Belum lagi kedudukan HNW sebagai Ketua MPR RI 2004-2009. Selain itu, menurut hasil survei Lembaga Riset Informasi yang dirilis pada 9 Mei 2009, tingkat elektabilitas pasangan SBY-HNW mencapai 36,2 persen. Cukup tinggi bagi pasangan capres-cawapres saat itu..

Kendati demikian, SBY tidak memilih HNW. SBY memilih Boediono sebagai pendampingnya 

Saat namanya diumumkan sebagai cawapres oleh SBY pada 13 Mei 2009, Boediono tidak dikenal luas. Nama Gubernur BI itu tidak pernah sekalipun muncul dalam rilis-rilis survei. Para pengamat politik yang tampil dalam berbagai program talk show TV pun tak pernah menyebut namanya. Bisa dikatakan, pemilihan Boediono sebagai cawapres merupakan tindakan yang sama sekali tak terduga.

Dalam Pilpres 2009, SBY memang bebas menentukan pilihannya. Ia menjadi calon terkuat yang bisa dibilang tak ada lawan. Demokrat, partai yang dikuasainya memenuhi presidential threshold 20 persen setelah meraih 20,85 persen suara dalam Pileg 2009. Terlebih ketika itu SBY maju sebagai capres petahana.