Banyak yang bilang IQ saya jongkok. Tapi, anehnya, saya merasa tidak terhina. Malah bangga.
Waktu SMA, saya pernah tes IQ. Hasilnya, IQ saya cuma 70 an. Jadi, di bawah rerata IQ orang Indonesia yang 78. Kontan teman-teman mengolok-olok.
“IQ jongkok … IQ jongkok …” ledek teman-teman sekolah waktu itu.
Diledek seperti itu, saya malah bangga. Bahkan sombong. Saking sombongnya, saya merasa lebih cerdas dari BJ Habibie.
“Berapa sih IQ Habibie … 180 … 200 .. atau 200 sekolam?” balas saya sambil mengingat-ingat tokoh-tokoh yang dikenal cerdas lainnya seperti yang pernah saya baca di buku “Pintar Seri Senior”.
Oh iya, sampai sekarang saya tidak tahu satuan IQ. Berat punya satuan, kilogram, gram, ton, kwintal. Panjang ada satuannya, kilometer, mil, meter, sampai tahun cahaya.
Kalo IQ apa satuannya?
Kata Google, IQ atau Intelligence Quotient adalah nilai kecerdasan seseorang yang diukur melalui serangkaian tes. Konsep ini sudah ada sejak akhir abad ke-19. Sampai sekarang penilaian IQ masih banyak digunakan
Nilai IQ, masih kata Google, diukur dengan tingkatan:
70 – 79: Tingkat IQ rendah atau keterbelakangan mental
80 – 90: Tingkat IQ rendah, tapi masih dalam kategori normal (Dull Normal)
91 – 110: Tingkat IQ normal alias rata-rata
111 – 120: Tingkat IQ tinggi dalam kategori normal (Bright Normal)
120 – 130: Tingkat IQ superior
131 atau lebih: Tingkat IQ sangat superior atau jenius
Kalau dari tingkatan di atas, saya termasuk orang yang ber-IQ rendah atau memiliki keterbelakangan mental.
Biar IQ saya cuma segitu dan dikatai IQ jongkok,, saya tetap percaya diri. Malah menyombongkan diri.
Bayangkan dalam posisi jongkok saja IQ saya sudah 70 an. Bagaimana kalau saya berdiri atau loncat-loncat.