Drone kembali menjadi buah bibir masyarakat internasional. Bukan drone MQ-9 Reaper milik Amerika Serikat (AS). Kali ini giliran drone kamikaze Shahid 136. Drone buatan Iran ini diberitakan telah digunakan oleh militer Rusia untuk menyerang ibu kota Ukraina, Kiev, sejak 17 Oktober 2022.
Dari sejumlah video yang viral di berbagai platform media sosial tampak kerusakan Kiev yang diakibatkan oleh pesawat tak berawak yang memiliki bobot 200 kg dengan rentang sayap 2.5 m ini.
Selain menghancurkan sejumlah instalasi militer dan fasilitas publik, drone yang disebut-sebut “murah meriah” ini juga telah menewaskan delapan warga sipil. Sejumlah video juga merekam kepanikan warga saat drone berbentuk segitiga ini melintasi langit Kiev. Sejak pertama kali digunakan oleh Rusia, tercatat sudah 220 bangkai Shahid yang ditemukan pihak Ukraina.
Apakah Indonesia juga akan mengalami serangan drone seperti Ukraina? Atau, apakah Indonesia terbebas dari ancaman serangan drone?
Pasukan Drone AS Ancam Serang Indonesia dan China
Pada 3-29 September 2020, Skuadron “29th Attack Squadron” Angkatan Udara AS menggelar latihan perang di Pulau San Clemente, sekitar 60 mil di lepas pantai California ini. Tiga drone MQ-9 Reaper dilibatkan dalam latihan ini.
Dalam latihan yang dinamai Agile Reaper 2020 ini, peserta diasah kemampuannya untuk memindahkan MQ-9 Reaper dengan cepat ke segala lokasi, termasuk menuju lokasi yang tidak dikenal.
“It’s a demonstration of our capability to rapidly move the MQ-9 anywhere in the world, to unfamiliar locations, and then get out and show the operational reach capabilities of the MQ-9 to provide maritime domain awareness to our joint service partners,” papar Komandan 29th Attack Squadron Letkol Brian Davis kepada Air Force Magazine pada 21 September 2020.

Ternyata, latihan ini menarik perhatian China. Pemerintah negara yang pimpinan Presiden Xi Jinping itu menudingnya sebagai aksi provokatif. Kata China, Agile Reaper 2020 digunakan sebagai ajang persiapan bagi 29th Attack Squadron untuk melancarkan serangan terhadap fasilitas militer China yang ditempatkan di Laut China Selatan.
“Washington is stepping up preparations for war against China, and this type of drone that has participated in murders and other attacks around the world will also play a role in it,” tulis tabloid Global Times dalam editorialnya seperti yang dikutip SCMP.com.
“This is the strategic signal sent from the exercise. “This is to stir hostilities between the two countries, and is also a blackmail to China. Using such an armband with a Chinese map will stimulate people’s imagination and create a picture of China and the United States going to war,” lanjut tabloid yang berada di bawah Partai Komunis China tersebut.
China menyebut Agile Reaper 2020 sebagai aksi provokatif karena adanya bentuk mirip peta China pada badge yang dikenakan oleh pasukan skuadron yang bermarkas di Pangkalan Angkatan Udara Holloman di New Mexico itu.
Badge yang digunakan dalam Agile Reaper 2020 itu berbentuk lingkaran dengan latar belakang berwarna biru langit. Di situ tampak gambar drone dan tengkorak. Kedua gambar ini memiliki latar yang berbentuk siluet mirip peta China dengan warna merah.
Maka, tidak salah bila pemerintah China menuding Agile Reaper 2020 sebagai bentuk provokatif.
Namun, jika lebih dicermati, pada bagian badge yang terdapat tulisan “Agile Reaper 2020”. Tulisan ini memiliki latar yang bentuknya siluet yang mirip peta kepulauan Indonesia. Di situ tergambar bentuk yang mirip pulau pulau Jawa, pulau Kalimantan, dan pulau Sulawesi. Seperti siluet mirip peta China, Siluet mirip kepulauan Indonesia juga berwarna merah.

Menariknya, pada badge tidak ada bentuk siluet yang mirip peta Malaysia, peta Filipina, peta Thailand, peta Jepang, dan peta-peta lainnya yang berada di kawasan Asia.
Artinya, aksi provokatif tentara AS itu hanya ditujukan kepada China dan Indonesia. Dan, aksi provokatif ini sebenarnya bisa juga dimaknai sebagai sebuah ancaman.
Sayangnya, tidak satu pun media Indonesia yang memberitakannya. Dan, tidak seperti pejabat China, tidak seorang pun dari pejabat Indonesia yang mengomentarinya. Padahal. seperti halnya China, Indonesia pun seharusnya terancam oleh latihan yang digelar oleh Skuadron “29th Attack Squadron” Angkatan Udara AS.
Kenapa AS Ancam Indonesia?
Amerika Serikat pastinya sengaja mengancam Indonesia dan China dengan membuat badge bergambar siluet yang mirip peta daratan China dan kepulauan Indonesia. Sebab, jika memang tidak disengaja, AS bisa saja membuat badge dengan siluet bentuk lainnya, misalnya, siluet Muhammad Ali atau bisa juga dengan memakai logo Walt Disney.
Selain itu, AS juga dengan sengaja menginformasikan latihan Agile Reaper kepada sejumlah media spesialis militer.
Kalaupun tidak mengancam, AS telah secara sengaja dan terang-terangan memancing reaksi China dan juga Indonesia.
Indonesia dijadikan sasaran sebab negara Paman Sam sudah memandang Indonesia sebagai sekutu China.
Pandangan pemerintah AS tentang posisi Indonesia ini dikuatkan dengan keluarnya laporan tahunan dari Departemen Pertahanan ke Kongres, yang berjudul “Military and Security Developments Involving the People’s Republic of China”.
Dalam laporan tahunan yang dirilis pada 1 September 2020 itu, AS menyebut China merencanakan pembangunan pangkalan militer di sejumlah negara. Salah satu negara yang disebutkan dalam laporan tersebut adalah Indonesia.
Dalam halaman X, misalnya, nama Indonesia disebut. “The PRC has likely considered locations for PLA military logistics facilities in Myanmar, Thailand, Singapore, Indonesia, Pakistan, Sri Lanka, United Arab Emirates, Kenya, Seychelles, Tanzania, Angola, and Tajikistan. The PRC and Cambodia have publicly denied having signed an agreement to provide the PLAN with access to Cambodia’s Ream Naval Base.”
Khusus kepada Indonesia, ancaman AS juga disinyalkan dengan tidak dikunjunginya Indonesia oleh Wakil Presiden AS Kamala Harris saat melakukan lawatan ke Asia Tenggara pada Agustus 2021.
Belakangan, pandangan Indonesia sebagai negara yang pro-China semakin menguat pasca berdirinya AUKUS (pakta pertahanan yang beranggotakan Australia, Inggris, dan Amerika Serikat) pada 15 September 2021.
Di tengah situasi yang tidak mengenakkan bagi Indonesia itu, pada 18 September 2021, media Australia SkyNews mengedarkan rumor yang mengatakan Presiden Indonesia menolak kunjungan Perdana Menteri Australia Scott Morrison.
Morrison yang tengah mengunjungi Washington, menurut rumor tersebut, berencana mampir ke Jakarta, Namun, PM Australia itu terpaksa membatalkannya karena Presiden Indonesia Joko Widodo memiliki jadwal kunjungan ke luar Jakarta.
Maka tidak salah jika Amerika Serikat pun mengirimkan ancamannya kepada Indonesia.
Sekilas tentang Drone MQ-9 Reaper
Drone MQ-9 Reaper memiliki nama resmi General Atomic MQ-9 Reaper. Pesawat nirawak ini juga kadang disebut dengan nama Predator B (Bomber). Bomber berrentang sayap 20 meter ini telah digunakan oleh sejumlah negara. Selain AS, Inggris, Belanda, Spanyol, Jerman, Perancis, dan Belgia tercatat sebagai pengguna drone yang dirancang dapat terbang dengan kecepatan hingga 260 knot ini.
Di kawasan Asia, pesawat tanpa awak ini telah melengkapi militer Uni Emirat Arab, India, Jepang, dan Taiwan.
Australia pun diketahui telah mempersenjatai angkatan udaranya dengan drone buatan General Atomics Aeronautical Systems ini. Pada Agustus 2-15, negara kangguru yang berada tepat di selatan Indonesia ini telah menerbangkan MQ-9 Reaper miliknya di Syria. Kemudian pada April 2021, pemerintah Australia telah menyetujui anggaran USD1.651 untuk pembelian 12 unit drone pembom yang mampu menembakkan rudal Hellfire ini.
MQ-9 Reaper yang mampu terbang sejauh 1.200 mil selama lebih dari 40 jam ini kian populer pada awal 2020. Ketika itu media secara besar-besaran memberitakan tentang serangan MQ-9 Reaper yang menewaskan Komandan Islamic Revolutionary Guard Corps (IRGC) Mayor Jenderal Qassem Soleimani di Bagdad, Irak, pada 7 Januari 2020.